Cari Blog Ini

Kamis, 05 Maret 2009

Sajian Rumah-rumah Kuno di Solo

Rumah-rumah Kuno di Solo

Taman Balaikambang, dulu bernama Partini Tuin, nama putri Mangkunegaran tertua. Di taman ini mulanya sebagai ajang persaingan dengan Kebun Raja Sriwedari. Tempatnya lebih luas dan lebih asri, banyak pohon dan ada kolam renang Tirtoyasa, danau buatan untuk berperahu, taman bunga dll. Dibuat pula gedung pertunjukan untuk ketoprak bernama Balaikambang. Taman ini dibangun kembali jaman walikota Jokowi dan kini bisa menjadi tempat wisata kota yang cukup menghibur. Taman ini berad di areal gedung olah raga Manahan. Setiap Minggu pagi, taman dan gedung Manahan sangat ramai seperti ada pasar tiban, padahal menjadi arena olahrfaga Minggu Pagi bagi penduduk Solo.


Rumah pendiri Serikat Dagang Islam H Agus Salim di jalan Rajiman Solo, kini sudah menjadi rumah wallet milik babah Cina atau bos sebuah perusahaan rokok. Dulu rumah bersejarah itu adalah tempat untuk mendirikan serikat dagang Islam tadi.


Bank Indonesia Solo di Jalan Jen Sudirman, kini masih berdiri magrong-magrong, megah dan mewah. Dulunya gedung bank milik Belanda Javache Bank. Ada suara-suara gedung itu akan digunakan sebagai museum. Sebaiknya tetap dipergunakn bank Indonesia Solo saja, biar gedung itu selalu terpelihara. Jika dipakai museum, pasti tidak punya beaya perawatan gedung.


Rumah lawa di jalan Slamet Riyadi Purwosari yang bertuliskan villa liberty, dulunya milik orang Belanda, lalu dibeli bangsawan local dan jatu pada juragan Cina Djian Ho. Setelah merdeka menjadi gedung Veteran. Kini sudah dimiliki pribumi dan akhirnya benar-benar diserahkan kepada para kelelawar dan sriti untuk beranak pianak disana.


Sriwedari dibangun di tanah yang wangi. Dulu namanya Talangwangi. Ada yang menyebut Kadipala. Oleh Sunan PB X, tahun 1899, tanah ini dijadikan kebun taman milik kerajaan sebagai taman kota. Saat dibangun lebih indah daripada sekarang. Maklum, dikit-dikit taman ini jadi gedng. Ada gedng Pariwisata, Graha Wisata sampai kolam bidadarinya menjadi restoran Boga. Dulu ada kebun binatang, tetapi dipindah ke Jurug, termasuk gajah raja Kyai Anggoro ang sdah almarhum. Tanah kebun jadi comberan kosong tak terawatt. Ada yang dipakai jadi markasnya Persis Solo, ada yang jadi markasnya mas-mas kemayu. Sekarang meski pengadilan memberi rest dimiliki kerabat bangsawan, tetapi tetap dihaki oleh pemkot, lal dibangun lagi meski peruntkannya masih ngakngikngok.


Di kanan Sriwedari ada bangunan kno yang kini menjadi museum Radyapustaka, jga di jaman PB X. Museum ini meneruskan kiprah PB IX yang pertamanya dididirikan di Widuran Kepatihan. PB X ingin megara puna gedung pustaka yang megah. Maka bangunan gedung milik Johanes Busselaar segera diminta dan dijadikan gedung museum dengan nama Radyaoustaka, atau perputakaan negara. Sayangnya, namanya mseum tetap hanya menjadi rmah benda-benda kuno yang sdah kehilangan makna dan keindahan unik dan antiknya karena tidak dipelihara. Adapun barang berharganyapun seperti sudah tidak berada di museum, tetapi masuk di kantong para penggemar benda antic. Ang bisa dibanggakan hanya kepala Kyai Rajamala, yang lain seperti tak bertuah dan tak punya nilai histori.



Tembok Bolong di jalan Maor Snaryo, dlnya adalah tangsi dan balai prajurit hingga menjadi gedung shinkhokan di jaman Jepang. Sebagian bangnan dijual dan menjadi Mall Beteng Plasa. Sebagian masih berdiri dan dipakai sebagai gedung veteran. Adapun bangnan paling timr menjadi tembok bolong yang paling mengerikan sebagai bangnan bertingkat jaman Londo yang masih bersisa di Solo.


Pura Mangkunegaran, luasnya sekitar 1 km2. Dibangun oleh Raden Mas Said yang kemudian menjadi KGPAA Mangkunegoro I. Puro atau istana ini dulunya milik Tumenggung Mangkuyuda. Daerahnya berada 2 km dari keratin Kasunanan Solo, berada di belakang Pasar Triwundu atau dulunya bernama Pasar Pon. Puro ini sudah dibangun sejak tahun 1957 sejalan diangkatnya Pangeran Samber Nyawa Raden Mas Said sebagai Mangkunegoro. Puro ini punya beberapa bangunan kuno. Diantaranya adalah: Istana Utama bernama Dalem Ageng, Pringgitan, Pendapa Ageng, Bale Warni, Prangwedanan Darmasugandan, Gedung Kavaleri, Langenprajan, Bale Peni, Kori Butulan Wetan dan Kulon.


Jalan di depan Mangkunegaran yang kini bernama jalan Diponegoro, dulu bernama jalan Ngarsopuro.



Bekas Kodim tepatnya di pertigaan jalan Bhayangkara dan jalan Slamet Riyadi, di gedung kuno itu ada patung Slamet Riyadi-nya. Bangunan ini dulu milik orang China Kwik Tjie Gwan, lalu beralih dibeli konglomerat Solo, Setiawan Djodi, lalu dijual lagi kepada peranakan China. Gedung di selalu berganti penghuninya. Sebelum dihuni Kodim, di jaman Jepang dihuni Funa Biki, penguasa Jepang di Solo.


Gedung Kusumayudan, gedung ini milik Pangeran Kusumayuda yang seharusnya menjadi PB XI. Tahun 1965-1970 geedung ini dipakai Universitas Cokroaminoto akhirnya dihancurkan dan dibangun Gedung Hotel Kusuma Sahid milim Sahid Gitosarjana.


Gedung Pintu Sanga berada di pertigaan jalan Bhayangkara dan jalan Rajiman, dulu adalah bangunan Rumah Sakit Militer Belanda. Karena tempatnya tidak begitu luas, lalu dipakai sebagai kantor perusahaan pembangunan kereta api NIS Belanda (Nederhlandsch Indische Spoorweg Maatscappij). NIS adalah pembangun jalan kereta api Semarang – Solo-Yogyakarta tahun 1864. Jaman merdeka milik PT Pertani, kini dibeli Sritex.


Gedung Monumen Pers Nasional, dulunya, di jaman sebelum merdeka merupakan gedung milik Mangkunegaran sebagai gedung pertemuan bvernama Soos (societeit) Mangkunegaran. Gedung ini dibangun oleh arsitek Jawa Atmodirono. Karena kosong, gedung ini dipakai Palang Merah Indonesia Surakarta, tetapi tahun 1980-an gedung ini direnovasi dan menjadi Gedung Pers Nasional. Daerah ini dulunya bernama perempatan Ngesus, tetapi kini nama itu tidak terkenal lagi.


Gereja Katolik Purbayan dan gereja Kristen Kalam Kudus di perempatan Gladag. Bangunan gereeeja Purbayan hingga kini masih terawatt dan belum pernah direnovasi karena gaya arsitektur yang indah dan kuat. Sedangkan gereka Kristen Gladag pernah direnovasi. Gedung-gedung ini dibangun sebelum trahun 1850.


Beteng Vastenburg, ini benteng yang bikin orang Solo ngelus dada. Benteng kuno ini di jaman walikota Hartomo, dijual pada pihak ketiga dan kini dikuasai grup Robby SUmampouw, pemilik Halley cafe. Benteng ini dibangun jaman Jendr Baron van Imhoff tahun 1775, selesai 1799. Dibangun untuk mengawasi keraton Kasunanan Solo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar