Cari Blog Ini

Rabu, 15 Desember 2010

Saling Ejek Dengan Gajahmada Wawancara Imajiner

Wawancara Imajiner dengan Gajahmada 3
Saling Ejek Dengan Gajahmada

Agak terengah-engah aku berjalan menuju batu candi untuk menemui Patih Gajahmada bersama Mbah Wiji. Meski aku lebih mudah 4 kali ipat dibanding Siembah, tetapi, dukun pemangggil arwah itu tak tampak kepayahan. Ilmu kuno memang cukup mengagumkan. Selang berapa lama aku sudah duduk di gundukan batu yang sepi, dan disitulah aku kembali bertemu dengan Patih Gajahmada. Maka wawancara imajinerku ini kulanjutkan lagi.

Aku : Mahapatih, sekarang aku ingin menggali budaya di jaman Jawa kuno. Ini karena kami terasa kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Bagaimana sejarahnya hingga kami jadi bangsa yang sulit majunya.... Kami gemar mengikuti perkembagan jaman, tetapi tetap jadi bangsa dunia ketiga, terbelakang. Apakah kami ini telah kehilangan kepribadian?

GM : Wong Jowo ilang Jawane? Itu sudah nular ke suku lain! Dulu perempuan pakai kebaya. Sekarang, kamupun tak pernah pakai rok, pakai celana terus…!

Aku : Wadduuhh Patih, soalnya lebih praktis. Tetapi maksud pertanyaanku, percampuran antar suku akan menjadi bagus jika melahirkan kepribadian baru yang dahsyat. Amerika Serikat berasal dari sejuta bangsa di dunia dan melahirkan negara adidaya AS. Kenapa kami melahirkan budaya KKN?

GM : Ya salah siapa?! Hidup ini kan berlanjut, yang hidup lebih dulu memberi tinggalan. Tetapi orang sekarang merasa bahwa yang terdahulu itu kuno. Padahal kamu sering mengandalkan kebanggaan yang sudah diwariskan. Kamu bangga kami tinggali wayang, batik, ukiran, huruf ajisoko, pawukon, reog, tari, bahasa, gamelan dll. Tapi orang sekarang malas berkarya lagi. Lihat itu, orang bule pantang menyerah, kerja terus sampai maunya tercapai! Kamu kerja selalu merasa terbentur modal.

Aku : Aduh patih, 145 tahun kami dijajah Belanda. Belanda jahat, harta kami dirampok, sekolahpun nggak boleh. Simbah-simbah dan orang desa saat inipun masih banyak yang buta huruf.
GM : Kamu kecewa, yang menjajah bukan Inggris, tetapi Londo Belanda? Dijajah Inggris memang lebih beradab. Waktu kamu dijajah Ingrris, Stanford Raffles ngajari ngatur pemerintahan, ngilangin tanam paksa, ngelarang budak dijual, ngenalin sistem hak milik tanah, ngerehap Borobudur, neliti budaya Jawa kuno, lalu nulis The History of Java. Kalau otak Londo itu ngeres, maunya karena kamu inlander ya udah jadi babu kawan kebo aja. Makanya kamu punya jutaan TKI, kamu beli devisa njual TKI, kan?
Aku : Mengapa anda mengejek kami terus?

GM : Di jamanku, rakyat pergi keluar negeri untuk belajar, bukan untuk jadi kuli atau babu. Kamu sudah 65 tahun merdeka, tapi masih kulihat wajah rakyatmu persis seperti Pithecanthropus Erectus, kayak fosil manusia Jawa dari Sangiran. Itu kan wajah 2 juta tahun yang lalu. Harusnya rupa wanitanya minimal kayak Nunung Srimulat, bagusnya kayak Luna Maya. Jangan-jangan seabad lagi rakyatmu masih berwajah tak enak dipandang….

Aku : Yaachh ngejek lagi… Pergi ke salon beayanya mahal, patih.
GM : Kamupun nggak bisa nangkep maksudku! Orang buruk rupa, jika pintar karena suka belajar, wajahnya akan tampak cerdas, bukan bloon and o’on. Kamu liat Trio Macan, meski tiap hari ke salon, tapi wajahnya tetep ndangdut, bukan wajah orang cerdas. Orang cerdas pasti mematut diri, nggak mungkin jadi gelandangan.

Aku : Apakah kami salah didik atau kwalitas bangsa ini yang di bawah nol…? Atau apakah anda menyalahkan Belanda? Kalau saya menyalahkan raja-raja kuno, termasuk anda Patih, karena kami kini menjadi bangsa yang sangat ruwet seperti sekarang.

GM : Enak saja kamu bicara ….

Aku : Patih, bangsa Indonesia itu, apakah punya sejarah asli? Setahuku, orang kuno menyontek orang India saja.

GM : Wajarlah, kita sebenarnya pernah dijajah India. Raja-raja kuno mulai dari kerajaan Salakanagara hingga Empu Sendok di Kanjuruhan, itu orang India. Mereka membawa agama Hindu Budha dan Mahabharata. Tetapi karena mereka lantas menetap lalu pada kawin dengan pribumi dan campur baur dengan pendatang lain seperti dari Yunan dsb, akhirnya jadi kamu-kamulah penduduk penghuni Indonesia itu.

Aku : Lalu bagaimana asal mula tanah Jawa, Sumatera, Kalimantan sebelum kedatangan raja-raja dari India? Apa agama penduduknya? Jika dulu animis, lalu masuk Hindu Budha Islam Kristen, sekarang banyak yang mengaku jadi nabi!

GM : Kamu tidak pernah membaca buku sejarah ya?

Aku : Maksud saya, bagaimana cerita adanya pulau Jawa ketika anda menjadi Patih?

GM : Jawa, Sumatera itu dulu terapung-apung di laut. Maka perlu paku agar pulau ini tidak gonjang ganjing. Lima ribu tahun sebelum ada aku, masih banyak dewa yang terjun ke bumi. Mereka lalu membuat paku besar yang ditancapkan di gunung dan menembus laut hingga pulau jawa dan Sumatera bisa lengket dengan tanah terdalam di dasar laut.

Aku : Oooo aduhhh, itu kan legenda, cerita mau bobo. Kalau benar, pakunya sebesar apa, ditancapkan dimana, pakai palu segede apa? (aku Tanya sambil ihik-ihik)

GM : Di Yunani saja ada dewa Zeus, Aries, Aprodite dll. Di Jawa ada Batara Guru, Wisnu dsb. Namanya dewa nggak perlu palu. Pakunya ditancapkan di gunung Tidar Jawa Tengah. Dulu agama Jawa itu kebathinan, menuju sangkan paraning dumadi. Intiny semua keperluan hidup manusia sudah ada di Alam Semesta ini. Mereka percaya bahwa dari yang gaib akan kembali ke arah yang gaib. Jalannya pakai proses yang panjang. Sampai sekarang agama Jawa itu masih ada, bahkan kian besar dan dilindungi. Agama inilah tinggalan asli bangsamu yang tidak ada di dunia lain.

Aku : Intinya bagaimana masuk ke kebatinan itu?
GM : Dengan banyak-banyak lelaku dan meditasi
Aku : Benarkah anda seorang muslim?
GM : Nanti jika umat Muhammadiyah sudah selesai meneliti diriku, mereka bisa bilang kalau aku ini muslim atau bukan.
Aku : Pada saat anda menjadi patih, sudahkah agama Islam masuk di Jawa
GM : Sudah. Paman Jayabaya saja dapat banyak-banyak ilmu dari orang Islam Arab.

Aku : Bagaimana dengan Pawukon? Kami tak lagi akrab dengan pawukon, tak lagi familier dengan wuku atau paribasan Jawa. Itukah yang membuat kami lelet, lha wong gending-gending gamelan itu iramanya nglaras?!!

GM : Kurangajar kamu!!!
Aku : Oooo oh, maaf, mohon maaf, Patih. Ok, ucapan gending itu saya tarik Saya nanya tentang pawukon saja. Ada yang bilang, pawukon sudah berumur 17 ribu tahun, tapi ada yang bilang baru tercipta sekitar tahun 700-an SM. Mana yang benar?

GM : Dulu aku ke Yucatan ketemuan dengan orang Maya berhubung study banding tentang pawukon. Pawukon bukan sekedar horoskop, nenek-moyang kita sudah kenal astronomi dan astrologi. Dewi Shinta itu lambang planet bumi. Suaminya Resi Ayodya planet Yupiter. Dewi Soma planet Bulan, Anggara Mars, Sukra itu Venus, Dewi Tumpak Saturnus dll.

Aku : Itu tahun berapa ada Dewi Sinta dan Resi Ayodya dihubungkan dengan planet?
GM : Ini yang ramai. Karena budaya tulis baru ada setelah orang India datang dengan membawa huruf Pallava, huruf Jawa kawi terdesak. Benar, pawukon sudah ada 17 ribu tahun yl lebih, itu ada bukti astronominya. Tapi ditulisnya baru abad 10, sejarahnya disesuaikan dengan lelakon penguasa masa penulisannya yaitu Radite, raja Medangkamulan, bergelar Watugunung. Kamu pasti bingung, banyak versi tentang cerita Watugunung. Itu karena setiap 200 tahun, bahasa selalu berubah sesuai perkembangan. Jika Watugunung hidup di abad 8, sekarang abad 21, ada kemungkinan berubah 6 kali, jadi ada 6 versi. Jika penulisnya 10 orang, sudah ada 60 versi. Itu sama kayak cerita diriku, ada 100 versi lebih,!

Aku : Jadi pawukon merupakan budaya asli Indonesia? Buktinya apa?
GM : Di Pawukon ada pasaran Pon Wage Kliwon Legi Pahing? Mana ada kalender dunia kayak gitu? Kalau bulannya bernama Koso, Karo, Ketigo, Kapat, Kalimo, Kanem, Kapitu, Kawolu, Kesongo, Kesepuluh, Apit Lemah dan Apit Kayu.

Aku : Tetapi pasaran Kliwon – Legi – Paing – Pon – Wage hanya dipakai orang Jawa itupun di desa-desa. Bagaimana asal nama 5 pasaran?

GM : Asalnya dari nama 5 roh hidup jasmani manusia, maknanya agar orang tahu dirinya sendiri, istilahnya sadulur papat lima pancer. Nantinya disebut ingsun atau sukma yang menjadi jasmani manusia berwujud tanah – air – api – udara. Makanya orang Jawa bisa astrologi karena masing-masing unsur punya karakter. Kalau kamu lahir Selasa Legi karakternya beda dengan karakter Selasa Kliwon, semuanya sesuai dengan karakter bintangnya. Nama bulan Jawa itu ngoko semua, Kaso, Karo, Katigo dsb, itu bahasa Jawa Ngoko. Di Jawa bahasa ada tingkatannya, ada Kromo Inggil dan Ngoko. Itu semua bukti bahwa Nusantara punya peradaban, sudah tinggi ilmu kerohaniannya. Meski diserbu budaya asing dari India, China, Yunan, Afrika, Arab dsb, budaya lokal sangat kuat, sebab lakon lokalnya tetep saja bertahan hingga sekarang! Kamu masih sangsi? Kalau nggak ercaya ya sudah aku pergi saja. Udah, aku capek!!!

Gajahmada hilang dari hadapanku, yang tinggal adalah Mbah Wiji yang masih berusaha menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri. Aku masih termangu mendengar kata-kata Gajahmada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar